Kamis, 18 Juni 2015

YA TUHANKU, KENAPA ENGKAU TIDAK MENOLONGKU?

Ada seorang laki - laki yang tinggal di dekat sebuah sungai. Bulan - bulan musim penghujan sudah dimulai. Hampir tidak ada hari tanpa hujan baik hujan rintik-rintik maupun hujan lebat.

Pada suatu hari terjadi bencana di daerah tersebut. Karena hujan turun deras agak berkepanjangan, permukaan sungai semakin lama semakin naik, dan akhirnya terjadilah banjir. Saat itu banjir sudah sampai ketinggian lutut orang dewasa. Daerah tersebut pelan-pelan mulai terisolir. Orang - orang sudah banyak yang mulai mengungsi dari daerah tersebut, takut kalau permukaan air semakin tinggi. Lain dengan orang-orang yang sudah mulai ribut mengungsi, lelaki tersebut tampak tenang tinggal di rumah. Akhirnya datanglah truk penyelamat berhenti di depan rumah lelaki tersebut.

“Pak, cepat masuk ikut truk ini, nggak lama lagi banjir semakin tinggi”, teriak salah satu regu penolong ke lelaki tersebut. Si lelaki menjawab: “Tidak, terima kasih, anda terus saja menolong yang lain. Saya pasti akan diselamatkan Tuhan. Saya ini kan sangat rajin berdoa.”
 

Setelah beberapa kali membujuk tidak berhasil, akhirnya truk tersebut melanjutkan perjalanan untuk menolong yang lain. Permukaan air semakin tinggi. Ketinggian mulai mencapai 1.5 meter. Lelaki tersebut masih di rumah, duduk di atas almari. Datanglah regu penolong dengan membawa perahu karet dan berhenti di depan rumah lelaki tersebut. “Pak, cepat kesini, naik perahu ini. Keadaan semakin tidak terkendali. Kemungkinan air akan semakin meninggi. Lagi-lagi laki-laki tersebut berkata: “ Terima kasih, tidak usah menolong saya, saya orang yang beriman, saya yakin Tuhan akan selamatkan saya dari keadaan ini.

Perahu dan regu penolongpun pergi tanpa dapat membawa lelaki tersebut. Perkiraan banjir semakin besar ternyata menjadi kenyatan. Ketinggian air sudah sedemikian tinggi sehingga air sudah hampir menenggelamkan rumah-rumah disitu. Lelaki itu nampak di atas wuwungan rumahnya sambil terus berdoa.

Datanglah sebuah helikopter dan regu penolong. Regu penolong melihat ada seorang laki-laki duduk di wuwungan rumahnya. Mereka melempar tangga tali dari pesawat. Dari atas terdengar suara dari megaphone: “ Pak, cepat pegang tali itu dan naiklah kesini. “, tetapi lagi-lagi laki-laki tersebut menjawab dengan berteriak: “Terima kasih, tapi anda tidak usah menolong saya. Saya orang yang beriman dan rajin berdoa. Tuhan pasti akan menyelamatkan saya”.
 
Ketinggian banjir semakin lama semakin naik, dan akhirnya seluruh rumah di daerah tersebut sudah terendam seluruhnya. Bagaimana nasib lelaki tersebut? Lelaki tersebut akhirnya mati tenggelam. Di akhirat dia dihadapkan pada Tuhan. Lelaki ini kemudian mulai berbicara bernada protes: “Ya Tuhan, aku selalu berdoa padamu, selalu ingat padamu, tapi kenapa aku tidak engkau selamatkan dari banjir itu?”
Tuhan menjawab dengan singkat: “Aku selalu mendengar doa-doamu, untuk itulah aku telah mengirimkan truk, kemudian perahu dan terakhir pesawat helikopter. Tetapi kenapa kamu tidak ikut salah satupun?
...............
Sebuah cerita menarik. Demikian juga dalam kehidupan kita, kita bekerja dan selalu melakukan doa kepada Allah s.w.t. Dan Allah sudah sering mengirimkan “truk”, “perahu”, dan “pesawat” kepada kita, tapi kita tidak menyadarinya.

IBU,.....

ada banyak hal dalam hidup ini yang kadang tidak sesuai dengan keinginan kita. Namun justru karena tidak sesuai itulah kadang kita harus menetapkan apa saja yang menjadi prioritas dalam hidup ini. Mungkin kita pernah kecewa dengan pencapaian yang tidak sesuai dengan target kita. Namun bagaimana pun hidup harus terus berjalan.

Seperti roda yang terus berputar, seperti hidup yang akan terus berubah
dengan dunia yang makin usang dan penuh kegilaan ini.

Begitu Banyak hal yang bisa dijadikan pelajaran dalam hidup yang kita lalui ini,

ada sebuah kisah yang penuh inspirasi dari seorang anak kecil yang masih polos

namanya Zhang Da, Dia tinggal berdua dengan ayahnya yang lumpuh,

di usia yang
 masih sangat belia dia harus menanggung beban hidup


yang berat. Tahun 2001, ketika usianya menjelang 10 tahun, Zhang Da

harus menerima kenyataan ibunya lari dari rumah. Sang ibu kabur

karena tak tahan dengan kemiskinan yang mendera keluarganya.

Yang lebih tragis, si ibu pergi karena merasa tak sanggup lagi

mengurus suaminya yang lumpuh, tak berdaya, dan tanpa harta.
Dan ia tak mau menafkahi keluarganya.

Maka, Zhang Da harus mengambil-alih semua pekerjaan keluarga.

Ia harus mengurus ayahnya, mencari nafkah, mencari makanan, memasaknya,

memandikan sang ayah, mencuci pakaian, mengobatinya, dan sebagainya.

Yang patut dihargai, dari bocah sekecil ini adalah ia tak mau putus sekolah.

Setelah mengurus ayahnya, ia pergi ke sekolah berjalan kaki melewati hutan kecil

dengan mengikuti jalan menuju tempatnya mencari ilmu. Selama dalam perjalanan,

ia memakan apa saja yang bisa mengenyangkan perutnya, mulai dari memakan rumput,

dedaunan, dan jamur-jamur untuk berhemat. Tak semua bisa jadi bahan makanannya,

ia menyeleksinya berdasarkan pengalaman. Ketika satu tumbuhan merasa tak cocok dengan lidahnya,

ia tinggalkan dan beralih ke tanaman berikut. Sangat beruntung karena ia tak memakan dedaunan

atau jamur yang beracun.

Usai sekolah, agar dirinya bisa membeli makanan dan obat untuk sang ayah,

Zhang Da bekerja sebagai tukang batu. Ia membawa keranjang di punggung

dan pergi menjadi pemecah batu. Upahnya ia gunakan untuk membeli aneka

kebutuhan seperti obat-obatan untuk ayahnya, bahan makanan untuk berdua,

dan sejumlah buku untuk ia pejalari.

Zhang Da ternyata cerdas. Ia tahu ayahnya tak hanya membutuhkan obat

yang harus diminum,tetapi diperlukan obat yang harus disuntikkan.

Karena tak mampu membawa sang ayah ke dokter atau ke klinik terdekat,

Zhang Da justru mempelajari bagaimana cara menyuntik. Ia beli bukunya untuk ia pelajari caranya.

Setelah bisa ia membeli jarum suntik dan obatnya lalu menyuntikkannya secara rutin pada sang ayah.

Kegiatan merawat ayahnya terus dijalaninya hingga sampai lima tahun.

Rupanya kegigihan Zhang Da yang tinggal di Nanjing, Provinsi Zhejiang,

menarik pemerintahan setempat. Pada Januari 2006 pemerintah China

menyelenggarakan penghargaan nasional pada tokoh-tokoh inspiratif nasional.

Dari 10 nama pemenang, satu di antaranya terselip nama Zhang Da.
Ternyata ia menjadi pemenang termuda.

Acara pengukuhan dilakukan melalui siaran langsung televisi secara nasional.

Zhang Da si pemenang diminta tampil ke depan panggung. Seorang pemandu acara menanyakan kenapa ia mau berkorban seperti itu padahal dirinya masih anak-anak. "Hidup harus terus berjalan. Tidak boleh menyerah, tidak boleh melakukan kejahatan. Harus menjalani hidup dengan penuh tanggung jawab," katanya.

Setelah itu suara gemuruh penonton memberinya applaus. Pembawa acara menanyainya lagi. "Zhang Da, sebut saja apa yang kamu mau, sekolah di mana, dan apa yang kamu inginkan. Berapa uang yang kamu butuhkan sampai kamu selesai kuliah dan mau kuliah di mana. Pokoknya apa yang kamu idam-idamkan sebutkan saja. Di sini ada banyak pejabat, pengusaha, dan orang terkenal yang hadir. Saat ini juga ada ratusan juta orang yang sedang melihat kamu melalui layar televisi, mereka bisa membantumu!" papar pembawa acara.

Zhang Da terdiam. Keheningan pun menunggu ucapannya.

Pembawa acara harus mengingatkannya lagi.

"Sebut saja!" katanya menegaskan.

Zhang Da yang saat itu sudah berusaha 15 tahun pun mulai membuka mulutnya dengan bergetar. Semua hadirin di ruangan itu, dan juga jutaan orang yang menyaksikannya langsung melalui televisi, terdiam menunggu apa keinginan

Zhang Da. "Saya mau mama kembali. Mama kembalilah ke rumah,

aku bisa membantu papa, aku bisa cari makan sendiri. Mama kembalilah!"
kata Zhang Da yang disambut tetesan air mata haru para penonton.

Zhang Da tak meminta hadiah uang atau materi atas ketulusannya berbakti kepada orangtuanya. Padahal saat itu semua yang hadir bisa membantu mewujudkannya. Di mata Zhang Da, mungkin materi bisa dicari sesuai dengan kebutuhannya, tetapi seorang ibu dan kasih sayangnya, itu tak ternilai.
Pelajaran moral yang tampak sederhana, tetapi amat bermakna.

Sahabat,

Manusia ibarat orang buta Yang diperintahkan bekerja dan berusaha,
diberi semangat untuk terus hidup. Walaupun kita tak bisa melihat Tuhan dan malaikat. Tapi Percayalah Dia terus membimbing, memberi semangat & tersenyum puas ketika Melihat kita berhasil melewati Segala ujian-NYA

Dalam hidup ini berlaku hukum kekekalan energi.

Energi yang kita berikan kepada dunia tak akan pernah musnah.

Energi itu akan kembali kepada kita dalam bentuk yang lain.

Kebaikan yang kita lakukan pasti akan kembali kepada kita dalam bentuk persahabatan,

cinta kasih, makna hidup, maupun kepuasan batin yang mendalam.

Jadi, setiap berbuat baik kepada pihak lain, kita sebenarnya sedang berbuat baik kepada diri kita sendiri.
Kalau begitu, apa yang kita sombongkan?

Makanya ..

Jangan menunggu bahagia baru tersenyum

tapi tersenyumlah, maka kamu akan bahagia

Jangan menunggu kaya baru bersedekah

tapi bersedekahlah, maka semakin kaya

Jangan menunggu pasangan yang sempurna baru menikah

tapi menikahlah, maka kesempurnaan akan hadir dalam hidupmu

Jangan menunggu terinspirasi baru menulis

tapi menulislah, maka inspirasi akan hadir dalam jiwamu

Jangan menunggu termotivasi baru bergerak

tapi bergeraklah, maka motivasimu akan meningkat

Jangan menunggu proyek baru mau bekerja

tapi berkerjalah maka proyek kan berdatangan kepadamu

Jangan menunggu dicintai baru mencintai

tapi belajar mencintai, maka engkau kan dicintai

Jangan menuggu kuantitas, baru membangun kualitas

Tapi binalah kualitas, maka kuantitas akan bersama orang-orang yang berkualitas

Jangan menunggu banyak uang baru hidup tenang

tapi hiduplah dengan tenang, Maka bukan sekedar uang yang datang

Jangan menunggu contoh baru bergerak mengikuti

Tapi bergeraklah, maka engkau akan menjadi contoh yang diikuti

Jangan menunggu sukses baru bersyukur

tapi bersyukurlah, maka bertambah kesuksesanmu

Para Pecundang selalu menunggu bukti

dan para pemenang selalu menghadirkan bukti

Seribu kata mutiara akan dikalahkan oleh satu aksi nyata